Musibah dalam Agama: Musibah Terbesar dalam Kehidupan

Musibah dan ujian adalah bagian dari kehidupan manusia. Namun, ujian terbesar yang dapat menimpa seseorang adalah ketika ia diuji dalam agamanya. Jika seseorang terjerumus dalam penyimpangan, keraguan, atau terbuai oleh hawa nafsu, inilah musibah terbesar, yaitu musibah dalam agama, yang membawa kerugian yang tidak hanya terjadi di dunia tetapi juga di akhirat.

Baca juga: Hikmah di Balik Ujian Hidup

Doa Nabi untuk Memohon Perlindungan

Karena besarnya dampak musibah dalam agama, Nabi Muhammad SAW berdoa:

وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا, وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا, وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا, وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

“Ya Allah, jangan jadikan musibah kami dalam agama kami. Jangan jadikan dunia sebagai tujuan terbesar kami. Jangan jadikan ilmu kami terbatas hanya pada urusan dunia. Dan jangan berikan kekuasaan kepada orang yang tidak menyayangi kami.” (HR. Tirmidzi & Nasai)

Musibah dalam Agama adalah Kehilangan Sejati

Qadhi Syuraih pernah berkata:

إِنِّي لَأُصَابُ بِالْمَصِيبَةِ فَأَحْمَدُ اللَّهَ -تَعَالَى- عَلَيْهَا أَرْبَعَ مَرَّاتٍ: “إِذَا لَمْ تَكُنْ أَعْظَمَ مِمَّا هِيَ، وَإِذَا رَزَقَنِي الصَّبْرَ عَلَيْهَا، وَإِذَا وَفَّقَنِي لِلِاسْتِرْجَاعِ لِمَا أَرْجُوهُ فِيهِ مِنَ الثَّوَابِ، وَإِذَا لَمْ يَجْعَلْهَا فِي دِينِي

“Jika aku ditimpa musibah, aku tetap bersyukur kepada Allah karena empat hal: (1) musibah itu tidak lebih besar dari yang seharusnya, (2) aku diberi kekuatan untuk bersabar, (3) aku masih memiliki kesempatan untuk mengucapkan inna lillahi dengan harapan pahala, dan (4) musibah itu tidak menimpa agamaku.”

Seorang penyair, Al-Busti, mengungkapkan:

كُلُّ الذُّنُوبِ فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُهَا *** إِنْ شَيَّعَ الْمَرْءُ إِخْلَاصُ وَإِيمَانُ

وَكُلُّ كَسْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَجْبُرُهُ *** وَمَا لِكَسْرٍ قَنَاةِ الدِّينِ جُبْرَانُ

“Segala dosa akan Allah ampuni, jika seseorang memiliki keikhlasan dan iman. Segala luka akan Allah sembuhkan, kecuali luka dalam agama—tak ada obatnya.”

Para sahabat Rasulullah SAW pun merasakan betapa besar musibah dalam agama ketika Nabi wafat. Abu Sa’id Al-Khudri mengungkapkan,

مَا نَفَضْنَا أَيْدِينَا مِنَ التُّرَابِ مِنْ قَبْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَنْكَرْنَا قُلُوبَنَا

“Belum lagi kami selesai menguburkan Rasulullah, kami sudah merasakan perubahan dalam hati kami.”

Bentuk-Bentuk Musibah dalam Agama

  1. Terjerumus dalam Syirik dan Bid’ah
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ

Allah berfirman: “Barangsiapa menyekutukan Allah, seolah-olah ia jatuh dari langit lalu disambar burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)

Syirik membawa kehancuran total bagi pelakunya. Demikian pula dengan berbagai bentuk bid’ah seperti menggantungkan jimat, mempercayai ramalan, mendatangi dukun, atau menganggap wali memiliki kekuatan ilahi—semua ini mengundang murka Allah dan neraka.

  1. Meninggalkan Ibadah dan Tenggelam dalam Maksiat

Meninggalkan shalat, terutama shalat berjamaah, adalah bentuk musibah terbesar dalam agama. Dahulu, para salaf jika ketinggalan takbiratul ihram, mereka berduka selama tiga hari. Jika ketinggalan shalat jamaah, mereka berduka selama tujuh hari sambil berkata:

لَيْسَ الْمُصَابُ مِنْ فَقْدِ الْأَحْبَابِ إِنَّمَا الْمُصَابُ مَنْ حُرِمَ الثَّوَابَ

“Bukanlah musibah kehilangan orang tercinta, tetapi musibah sejati adalah kehilangan pahala.”

  1. Menyia-nyiakan Waktu untuk Ketaatan

Betapa besarnya kerugian jika seseorang tidak memanfaatkan kesempatan ibadah. Rasulullah SAW bersabda: “Celaka seseorang yang disebut namaku di sisinya, tetapi ia tidak bershalawat untukku. Celaka seseorang yang memasuki Ramadhan tetapi keluar tanpa ampunan. Dan celaka seseorang yang kedua orang tuanya masih hidup, tetapi tidak memasukkannya ke surga.” (HR. Tirmidzi)

  1. Tidak Sabar atas Musibah Dunia

Rasulullah SAW bersabda:

عَجَبًا لأَمْرِ المُؤْمِنِ، إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وليسَ ذاكَ لأَحَدٍ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إنْ أصابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكانَ خَيْرًا له، وإنْ أصابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكانَ خَيْرًا له

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya baik. Jika mendapat kesenangan, ia bersyukur—itu baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, ia bersabar—itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)

Kesabaran dalam menghadapi ujian adalah tanda keimanan sejati. Sebaliknya, jika seseorang gelisah dan tidak ridha atas ujian dunia, musibahnya akan beralih kepada agamanya. Sebagaimana yang diungkapkan Manshur bin Ammar (Wafat 225 H): “Barangsiapa gelisah karena musibah dunia, musibahnya akan beralih kepada agamanya.” (HR. Muslim)

Sebuah Renungan

Para ulama mengingatkan bahwa musibah terbesar bagi seorang muslim bukanlah kehilangan harta atau kedudukan, melainkan kehilangan dalam agamanya. Musibah dunia bisa berlalu, tetapi musibah dalam agama membawa kehancuran yang abadi.

“Jika engkau bersyukur atas nikmat Allah, itu pun nikmat yang harus disyukuri. Lalu, bagaimana mungkin bersyukur kecuali dengan pertolongan-Nya? Jika engkau bahagia karena nikmat, bersyukurlah. Jika engkau ditimpa cobaan, sabarlah—pahala menantimu.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *