Bahaya Ketenaran dan popularitas sering tak disadari oleh pelakunya sendiri. Penyakit ini dahulu diwaspadai dan dijauhi oleh banyak ulama salaf, tapi sayangnya justru diburu dan diidamkan oleh sebagian orang di zaman sekarang.
Banyak nasihat salaf tentang bahaya popularitas. Mereka mengingatkan bahwa mencari popularitas dapat membawa seseorang kepada riya’, ketergantungan pada pandangan manusia, bahkan mengurangi kerusakan pada kehidupan dunia dan agama. Adapun nasehat pada ulama salaf dalam hal ini antara lain;
Popularitas Tercela Kecuali yang Dijadikan Terkenal oleh Allah untuk Menyebarkan Agama-Nya
Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata:
“Ketahuilah—semoga Allah memperbaiki keadaanmu—bahwa asal dari kedudukan adalah tersebarnya nama dan popularitas, dan itu tercela. Kecuali orang yang Allah jadikan terkenal untuk menyebarkan agama-Nya tanpa ia sengaja mengejar popularitas. Yang tercela adalah mengejar popularitas. Adapun jika popularitas itu datang dari Allah tanpa usaha dari hamba, maka itu tidak tercela.”
Popularitas adalah Bencana dan Ujian
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
“Aku telah diuji dengan popularitas.”
Imam Al-Marwazi rahimahullah berkata, Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata:
‘Siapa yang diuji dengan popularitas, ia tidak akan aman dari fitnah.'”
Bisyr bin Al-Harits Al-Hafi berkata:
“Aku tidak tahu seorang pun yang suka dikenal kecuali agamanya akan hilang dan ia akan dipermalukan.”
Popularitas adalah Musibah
Hibatullah bin Sa’d bin Thahir At-Thabari rahimahullah berkata:
“Popularitas adalah bencana, namun semua orang mencarinya. Sedangkan ketenangan dalam kesunyian adalah kebahagiaan, tetapi semua orang menghindarinya.”
Cinta Popularitas Menghilangkan Manisnya Akhirat
Bisyr bin Al-Harits Al-Hafi rahimahullah berkata:
“Tidak akan merasakan manisnya akhirat seorang yang suka dikenal orang lain.”
Cinta Popularitas Dapat Menjerumuskan pada Keringanan Ibadah atau Melanggar Larangan
Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata:
“Ketahuilah, siapa yang hatinya dikuasai cinta kedudukan, maka perhatiannya hanya tertuju pada penilaian manusia. Ia sibuk mencari simpati mereka dan riya’ demi mereka. Ia selalu dalam ucapan dan perbuatannya melihat apa yang bisa mengangkat derajatnya di mata mereka. Itulah pangkal kerusakan, dan hal itu pasti akan membawanya pada keringanan dalam ibadah serta melanggar hal-hal yang diharamkan.”
Kejujuran dan Takwa Tidak Mungkin Bersama Cinta Popularitas
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata:
“Tidaklah jujur kepada Allah orang yang mencintai popularitas.”
Ayyub As-Sakhtiyani rahimahullah berkata:
“Demi Allah, tidaklah seorang hamba jujur kepada Allah kecuali ia senang jika tidak ada yang menyadari keberadaannya.”
Bisyr bin Al-Harits berkata:
“Tidak bertakwa kepada Allah orang yang mencintai popularitas. Janganlah beramal demi disebut-sebut.”
Mencari Bacaan Al-Qur’an yang Langka Menunjukkan Cinta Popularitas
Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah berkata:
“Jika engkau melihat seorang imam di mihrab sibuk dengan qira’at (bacaan Al-Qur’an) yang aneh dan mencari yang langka, ketahuilah bahwa ia kosong dari kekhusyukan dan cinta popularitas serta ingin tampil.”
Berbahagialah Orang yang Tidak Terkenal
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
“Berbahagialah orang yang Allah sembunyikan namanya.”
Memohon kepada Allah untuk Jauh dari Popularitas
Abu Dawud As-Sijistani berkata:
“Seorang syaikh dari Anshar bernama ‘Irak berdoa: ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu nama yang tidak terkenal bagiku dan anak keturunanku, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala di sisi-Mu.'”
Ketenangan dan Larangan Mencintai Popularitas
Imam Ahmad bin Hanbal berkata kepada Abdul Wahhab:
“Sembunyikan namamu, karena aku telah diuji dengan popularitas.”
Di samping itu, Sufyan Ats-Tsauri pernah menulis surat kepada sahabatnya ‘Abbad bin ‘Abbad, ia mengatakan:
“Hati-hatilah menjadi orang yang suka jika pendapatnya diikuti, disebarkan, atau didengar. Jauhi cinta kepemimpinan, karena seseorang bisa lebih mencintai kedudukan daripada emas dan perak. Ini adalah pintu yang samar, hanya bisa dilihat oleh ulama yang tajam penglihatannya. Maka, periksalah hatimu dan beramallah dengan niat yang benar.”
Adapun Ibnu Al-Mubarak pernah berkata:
“Sufyan berkata kepadaku: ‘Jauhi popularitas, karena setiap orang yang aku temui pasti melarangnya.'”
Abu Hazim Al-Madani rahimahullah berkata:
“Sembunyikan kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”
Tidak Dikenal? Tidak Masalah
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
“Jika engkau bisa untuk tidak dikenal, lakukanlah. Tidak masalah bagimu untuk tidak dipuji, tidak masalah bagimu dicela manusia selama engkau terpuji di sisi Allah!”
Manfaat Menjauhi Popularitas
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
“Aku merasa kesendirian lebih menenangkan hatiku.”
Merendahkan Diri bagi yang Diuji dengan Popularitas
Bisyr bin Al-Harits Al-Hafi rahimahullah berkata:
“Siapa yang diuji dengan popularitas… musibahnya besar. Semoga Allah memperbaikinya untuk kita danmu dengan kerendahan hati, ketundukan, dan kehinaan di hadapan keagungan-Nya.”
Selanjutnya, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh berkata:
“Siapa yang terkenal, hendaknya selalu khusyuk, rendah hati, mengingat dosa-dosanya, mengingat kedudukannya di hadapan Allah, dan sadar bahwa ia tidak layak diikuti oleh dua orang pun.”
Terapi Penyakit Hati Cinta Popularitas
Imam Al-Ghazali rahimahullah mengingatkan bahwa cinta terhadap kedudukan dan popularitas bisa menjadi penghancur bagi hati dan spiritual seseorang. Oleh karena itu, ia harus dibersihkan dan dijauhkan dari hati agar tidak menjerumuskan seseorang ke dalam kesia-siaan.[1]
Siapa pun yang benar-benar memahami hakikat akhirat, ia akan melihat dunia ini dengan pandangan yang berbeda—kedudukan dan popularitas menjadi sesuatu yang tidak lagi menarik atau penting. Hanya mereka yang benar-benar yakin akan kehidupan setelah mati yang mampu memandang dunia dengan sederhana dan merasa bahwa kematian itu sudah dekat.
Baca: Hati-hati, Popularitas Membahayakanmu
Untuk mengatasi penyakit cinta popularitas, seseorang perlu merenungkan bahaya yang mengiringi ketenaran dan kedudukan. Mereka yang terkenal sering kali menjadi sasaran kedengkian, iri hati, bahkan kejahatan. Popularitas juga membawa ketakutan kehilangan posisi dan memaksa seseorang untuk terus menjaga citra di mata manusia, yang pada akhirnya bisa mengganggu ketulusan dan keikhlasan dalam beribadah.
Imam Al-Ghazali mengajak kita untuk lebih fokus pada hal-hal yang bernilai abadi daripada sekadar ketenaran duniawi yang sifatnya sementara. Dengan begitu, hati akan lebih tenang dan semakin dekat kepada Allah.
[1] ص287 – كتاب إحياء علوم الدين – كتاب ذم الجاه والرياء – المكتبة الشاملة