Di dalam sahih Bukhari nomor hadits 6452, terdapat sebuah kisah yang menunjukkan ketajaman firasat Rasulullah dalam memahami kondisi orang-orang di sekitarnya. Salah satu kisah yang mengharukan adalah pengalaman Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang dikenal karena ketekunannya dalam menuntut ilmu dan kedekatannya dengan Nabi ﷺ. Kisah ini menggambarkan bagaimana Rasulullah ﷺ dengan kehalusan perasaan dan firasatnya mampu mengetahui keadaan Abu Hurairah, bahkan sebelum ia mengungkapkannya.
Kelaparan yang Menjadi Ujian
Abu Hurairah mengalami masa-masa sulit ketika ia hidup dalam kemiskinan. Ia bahkan pernah menahan rasa laparnya dengan mengikat batu ke perutnya, sebuah tindakan yang dilakukan oleh beberapa sahabat saat mereka kesulitan mendapatkan makanan. Dalam keadaan lemah dan lapar, ia duduk di jalan yang biasa dilalui para sahabat dengan harapan mendapatkan makanan.
Ketika Abu Bakar dan Umar lewat, ia bertanya kepada mereka mengenai ayat dalam Kitabullah, tetapi sebenarnya maksud tersembunyi di balik pertanyaannya adalah agar mereka menyadari kondisinya dan memberinya makanan. Namun, keduanya berlalu tanpa memberikan apa yang ia harapkan.
Firasat Nabi ﷺ yang Mengungkap Keadaan Abu Hurairah
Kemudian Rasulullah ﷺ lewat, dan seketika beliau tersenyum melihat Abu Hurairah. Senyuman beliau bukanlah sekadar ungkapan keramahan biasa, tetapi sebuah isyarat bahwa beliau memahami apa yang sedang dirasakan oleh sahabatnya itu. Rasulullah ﷺ langsung mengetahui kelaparan yang melanda Abu Hurairah hanya dari raut wajah dan gerak-geriknya.
Beliau pun memanggilnya dengan panggilan sayang, “Wahai Abu Hir!” Ini menunjukkan keakraban dan kasih sayang beliau kepada Abu Hurairah. Tanpa perlu Abu Hurairah menjelaskan kondisinya, Rasulullah ﷺ langsung mengajaknya masuk ke rumahnya.
Ujian Ketaatan dan Keajaiban Rezeki
Di rumah Rasulullah ﷺ terdapat semangkuk susu hadiah dari seseorang. Namun, sebelum memberikan kepada Abu Hurairah, Nabi ﷺ menyuruhnya untuk memanggil Ahlus Suffah—sekelompok orang miskin yang tidak memiliki harta atau keluarga.
Abu Hurairah merasa sedih dan sempat berpikir bahwa dirinya lebih berhak atas susu itu daripada Ahlus Suffah. Namun, karena ketaatan dan kepatuhan kepada Allah serta Rasul-Nya ﷺ, ia tetap melaksanakan perintah tersebut.
Ketika Ahlus Suffah datang, Nabi ﷺ menyuruh Abu Hurairah untuk memberikan susu itu kepada mereka satu per satu. Keajaiban terjadi—susu yang jumlahnya sedikit ternyata cukup untuk semua orang, dan masih tersisa untuk Rasulullah ﷺ dan Abu Hurairah sendiri.
Pelajaran dari Kisah Ini
- Ketajaman Firasat Nabi ﷺ
Nabi ﷺ tidak perlu bertanya langsung tentang kondisi Abu Hurairah; beliau sudah memahami keadaannya hanya dari ekspresi dan bahasa tubuhnya. Ini menunjukkan betapa lembutnya hati beliau dan bagaimana beliau selalu memperhatikan keadaan sahabat-sahabatnya.
- Keutamaan Kedermawanan dan Kepercayaan kepada Rezeki
Meski Abu Hurairah sangat lapar, ia tetap mengikuti perintah Nabi ﷺ untuk mengutamakan orang lain. Dan sebagai balasannya, Allah menunjukkan mukjizat-Nya dengan susu yang cukup untuk semua orang.
- Kasih Sayang Nabi ﷺ kepada Para Sahabatnya
Rasulullah ﷺ tidak hanya memberikan makanan, tetapi juga mengutamakan kebersamaan. Beliau memastikan bahwa semua orang yang membutuhkan mendapat bagian sebelum dirinya sendiri dan Abu Hurairah.
Kisah ini bukan hanya menunjukkan firasat Nabi ﷺ, tetapi juga pelajaran tentang ketaatan, kedermawanan, dan kepercayaan kepada Allah dalam segala keadaan. Dengan hati yang penuh kasih, Nabi ﷺ selalu menjadi teladan bagi umatnya, baik dalam kepekaan terhadap sesama maupun dalam berbagi rezeki dengan cara yang paling indah. Baca Juga: Firasat dalam Islam: Makna, Jenis, dan Cara Meraihnya – Imron Mahmud