Dunia Ibarat Kendaraan Menuju Akhirat

Hakikat Kehidupan Dunia

Dunia sering kali dipandang sebagai tempat sementara yang menjadi jalan menuju kehidupan abadi di akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Muslimin, Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ الدُّنْيَا فِيهَا بَلَاغُنَا، وَزَادُنَا إِلَى الآخِرَةِ، وَفِيهَا أَعْمَالُنَا الَّتِي نُجْزَى بِهَا فِي الآخِرَةِ

“Dunia adalah tempat persinggahan kita, dan bekal kita menuju akhirat. Di dalamnya ada amal-amal kita yang akan dibalas di akhirat”

Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa dunia bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kebahagiaan sejati di kehidupan yang kekal. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita dalam firman-Nya:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…” (QS. Al-Qashash: 77).

Ayat ini mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Seorang mukmin sejati akan bekerja untuk dunianya seolah-olah ia akan hidup selamanya, sehingga ia berlaku bisa zuhud terhadap dunia. Namun di sisi lain ia juga beramal untuk akhiratnya seolah-olah ia akan meninggal esok hari sehingga ia bersegera untuk beramal dan berlomba-lomba dalam kebaikan.1  Ini adalah prinsip hidup yang bijaksana: dunia tidak boleh menguasai hati, karena hati seharusnya dipenuhi dengan cinta kepada Allah dan keikhlasan dalam beribadah.

Teladan dari Para Sahabat Nabi

Sejarah Islam mencatat bahwa sebagian sahabat Nabi adalah orang-orang kaya, namun kekayaan mereka tidak pernah menguasai hati mereka. Mereka adalah contoh nyata bagaimana seseorang bisa hidup di dunia tanpa terikat olehnya. Misalnya, Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu memilih meninggalkan perdagangan, bukan karena perdagangan itu haram—sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga berdagang—tetapi karena ia ingin fokus pada “perdagangan” yang akan menyelamatkannya dari azab yang pedih. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak melarang umatnya untuk bekerja dan mencari rezeki, asalkan tidak melalaikan kewajiban utama sebagai hamba Allah.

Sa’id bin Al-Musayyib, seorang ulama terkemuka dari kalangan tabi’in, pernah berkata, “Agama itu bukan hanya tentang shalat dan ibadah ritual semata. Agama adalah tentang berusaha dan bekerja. Jika kalian telah selesai shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah.” Pesan ini mengingatkan kita bahwa Islam mendorong umatnya untuk aktif dalam kehidupan duniawi, asalkan tetap dalam koridor yang diridhai Allah.

Keseimbangan dalam Hidup Seorang Muslim

Bagi seorang muslim, menunaikan kewajiban kepada Allah adalah prioritas utama. Setelah itu, ia boleh sibuk dengan urusan duniawi seperti belajar, membantu keluarga, atau melakukan pekerjaan yang halal. Yang terpenting adalah niat yang tulus dan mengharap ridha Allah dalam setiap langkah. Islam tidak melarang seseorang untuk mencari harta, asalkan harta tersebut digunakan untuk kebaikan, seperti menyambung silaturahmi, membantu anak yatim, dan menolong sesama.

Namun, kita harus selalu ingat bahwa dunia hanyalah sarana, bukan tujuan. Allah menciptakan manusia dan jin dengan satu tujuan utama, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ‎﴿٥٦﴾

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan kita bahwa rezeki telah dijamin oleh Allah, dan tugas kita adalah berusaha dengan cara yang halal dan baik. Beliau bersabda,

إنَّ رُوحَ القُدُسِ نفثَ في رُوعِي ، أنَّ نفسًا لَن تموتَ حتَّى تستكمِلَ أجلَها ، وتستوعِبَ رزقَها ، فاتَّقوا اللهَ ، وأجمِلُوا في الطَّلَبِ ، ولا يَحمِلَنَّ أحدَكم استبطاءُ الرِّزقِ أن يطلُبَه بمَعصيةِ اللهِ ، فإنَّ اللهَ تعالى لا يُنالُ ما عندَه إلَّا بِطاعَتِهِ

“Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) telah mewahyukan di dalam hatiku bahwa tidak ada jiwa yang akan mati sampai ia menyempurnakan ajalnya dan memperoleh seluruh rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah cara kalian mencarinya (rezeki). Janganlah salah seorang di antara kalian terdorong karena lambatnya datang rezeki untuk mencarinya melalui maksiat kepada Allah. Karena sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak dapat diraih kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.” (HR. Thabrani)

Dunia Bukan Segalanya

Orang-orang yang terlena oleh dunia adalah mereka yang rela meninggalkan shalat, durhaka kepada orang tua, atau memutus silaturahmi hanya demi mengejar kenikmatan duniawi. Bagi mereka, dunia lebih penting daripada ketaatan dan ibadah kepada Allah. Ini adalah sikap yang sangat berbahaya, karena dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat adalah kehidupan yang abadi.

Sebaliknya, orang-orang yang bijaksana adalah mereka yang mampu memanfaatkan dunia sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan akhirat. Mereka tidak melupakan kewajiban ibadah, namun juga tidak mengabaikan tanggung jawab duniawi. Mereka adalah orang-orang yang hidup seimbang, mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Penutup

Dunia adalah ladang amal bagi setiap muslim. Kita diperbolehkan menikmati karunia dunia, asalkan tidak melupakan tujuan utama penciptaan kita, yaitu beribadah kepada Allah. Jadikanlah dunia sebagai kendaraan yang membawa kita menuju akhirat, bukan sebagai tujuan yang melalaikan kita dari kewajiban sebagai hamba Allah.

 

Catatan Kaki
  1. Perlu diketahui sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, bahwa ini bukanlah hadits Nabi SAW. Namun secara makna bisa dijadikan sebagai ibrah atau pelajaran[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *