Akhlak, Antara Bawaan Lahir dan Pembentukan Karakter

Akhlak, jika dilihat dari asalnya, dapat dibagi menjadi dua: akhlak fitriyah atau jibiliyah (bawaan lahir) dan akhlak muktasabah (yang diusahakan).

Sebagian akhlak manusia bersifat fitriyah, yaitu sudah melekat dalam diri mereka sejak lahir. Sementara sebagian lainnya adalah akhlak yang diperoleh melalui usaha, pembiasaan, dan latihan. Akhlak fitriyah ini bisa dikembangkan, diarahkan, dan disempurnakan. Keberadaan akhlak fitriyah menunjukkan adanya potensi alami dalam diri manusia untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya melalui pendidikan, pengalaman, dan latihan yang konsisten.

Ibnu Qayyim pernah menjelaskan: “Jika ada yang bertanya, ‘Apakah akhlak bisa diperoleh melalui usaha, ataukah ia sesuatu yang sudah ditakdirkan?’ Maka jawabannya adalah: Akhlak bisa diperoleh melalui usaha dengan cara membiasakan diri dan berlatih hingga ia menjadi bagian dari tabiat dan kepribadian.”*

Ibnu Qoyyim juga mengutip sebuah percakapan Nabi Muhammad ﷺ dengan Asyajj ‘Abdul Qais radhiyallahu ‘anhu. Suatu hari, Nabi berkata kepada Asyajj:

إنَّ فيك خَلَّتَينِ يُحِبُّهما اللهُ: الحِلمُ والأناةُ، قال: يا رَسولَ اللهِ، أنا أتَخَلَّقُ بهما أم اللهُ جَبَلني عليهما؟ قال: بل اللَّهُ جَبَلك عليهما، قال: الحَمدُ للَّهِ الذي جَبَلني على خَلَّتَينِ يُحِبُّهما اللهُ ورَسولُه

“Sesungguhnya dalam dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah: ketenangan dan kesabaran.”* Asyajj kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kedua sifat ini muncul karena usahaku atau karena Allah yang menciptakannya dalam diriku?”* Nabi menjawab, “Allah yang menciptakannya dalam dirimu.” Mendengar itu, Asyajj pun bersyukur, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan dalam diriku dua sifat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Qayyim melanjutkan penjelasannya: Ini menunjukkan bahwa sebagian akhlak adalah bawaan alami, sedangkan sebagian lainnya adalah hasil usaha. Nabi Muhammad ﷺ juga mengajarkan kita sebuah doa dalam doa istiftah:

اللَّهمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنتَ

“Ya Allah, tunjukkanlah aku kepada akhlak yang terbaik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya kecuali Engkau. Dan jauhkanlah aku dari akhlak yang buruk, karena tidak ada yang bisa menjauhkannya kecuali Engkau.’ Dalam doa ini, Nabi menggabungkan antara usaha manusia dan kehendak Allah.”

Keunikan Karakter pada Masing-masing Orang

Kita sering melihat perbedaan alami dalam sifat-sifat manusia. Misalnya, ada orang yang secara alami lebih mudah merasa takut, sementara yang lain lebih berani. Ada yang cenderung tamak, sementara yang lain lebih sederhana. Ada juga orang yang cepat marah, sementara yang lain lebih sabar dan tenang. Perbedaan-perbedaan ini bahkan bisa dilihat pada anak-anak kecil yang belum banyak terpengaruh oleh lingkungan.

Nabi Muhammad ﷺ juga pernah menjelaskan hal ini dalam beberapa hadisnya. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, di mana Nabi bersabda:

النَّاسُ مَعادِنُ كمَعادِنِ الفِضَّةِ والذَّهَبِ، خيارُهم في الجاهليَّةِ خيارُهم في الإسلامِ إذا فَقُهوا

“Manusia ibarat tambang emas dan perak. Orang yang terbaik di masa jahiliyah akan menjadi yang terbaik dalam Islam jika mereka memahami agama.”

Selain itu, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

إنَّ اللهَ خَلقَ آدَمَ من قَبضةٍ قَبَضَها من جَميعِ الأرضِ، فجاءَ بَنو آدَمَ على قَدرِ الأرضِ؛ جاءَ منهمُ الأبيَضُ والأحمَرُ والأسوَدُ وبَينَ ذلك، والخَبيثُ والطَّيِّبُ والسَّهلُ والحَزْنُ وبَينَ ذلك

“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bumi. Oleh karena itu, keturunan Adam pun beragam: ada yang putih, merah, hitam, dan campuran; ada yang baik, buruk, mudah, sulit, dan segala macam sifat di antaranya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam sabda Nabi ﷺ, “Manusia ibarat tambang,” terkandung makna bahwa setiap orang memiliki potensi dan keunikan alami yang berbeda-beda. Nabi ﷺ menegaskan bahwa orang yang terbaik secara fitrah adalah mereka yang memiliki akhlak paling mulia. Akhlak ini akan terus menyertai manusia dalam segala situasi. Misalnya, jika kita melihat sekelompok orang yang belum terdidik atau hidup dalam lingkungan yang tidak mendukung, pasti akan terlihat di antara mereka orang-orang yang lebih baik akhlaknya. Mereka adalah orang-orang yang secara alami memiliki potensi kebaikan.

Ketika kelompok ini kemudian diberi pendidikan, pelatihan, dan bimbingan, mereka akan berkembang. Namun, orang-orang yang sejak awal sudah memiliki akhlak baik akan tetap menonjol. Ilmu, pendidikan, dan iman akan memperkuat akhlak baik yang sudah ada dalam diri mereka, membuat mereka semakin baik dan teguh dalam perilaku. Ketika pemahaman agama semakin mendalam, mereka akan naik ke tingkat yang lebih tinggi, menjadi yang terdepan dibandingkan yang lain. Dengan demikian, perbedaan kualitas akan selalu menguntungkan mereka dalam hal keutamaan dan kemuliaan.

Mana Yang Lebih Baik, Akhlak Bawaan atau Akhlak yang Diusahakan?

Ada sebuah pertanyaan menarik: Mana yang lebih baik, seseorang yang sejak lahir sudah memiliki akhlak yang baik, atau seseorang yang berusaha keras untuk memiliki akhlak yang baik? Mana yang lebih tinggi derajatnya?

Syaikh Utsaimin dalam Kitab beliau Makarimul Akhlak menjelaskan: Tidak diragukan lagi, seseorang yang secara alami memiliki akhlak yang baik lebih sempurna dalam hal ini. Pasalnya, ia tidak perlu berjuang keras untuk menampilkan akhlak tersebut, dan tidak akan kehilangan akhlak baik itu dalam situasi apa pun. Akhlak yang baik sudah menjadi bagian dari sifat dan kebiasaannya. Kapan pun dan di mana pun Anda bertemu dengannya, ia selalu menunjukkan akhlak yang terpuji. Dari sisi ini, ia tentu lebih sempurna.

Di sisi lain, seseorang yang berusaha keras untuk memiliki akhlak yang baik juga patut dihargai. Tidak diragukan lagi, ia akan mendapatkan pahala atas usahanya tersebut. Dari segi ini, ia lebih baik. Namun, jika dilihat dari tingkat kesempurnaan akhlak, ia masih berada di bawah orang yang secara alami telah memiliki akhlak yang baik.

Jika seseorang diberkahi dengan kedua sifat tersebut, yaitu memiliki akhlak yang baik secara alami sekaligus melalui usaha, maka itulah yang paling sempurna. Berikut adalah kategori-kategorinya:

  1. Orang yang tidak memiliki akhlak yang baik, baik secara alami maupun melalui usaha.
  2. Orang yang tidak memiliki akhlak yang baik secara alami, tetapi berusaha untuk memilikinya.
  3. Orang yang memiliki akhlak yang baik secara alami, dan juga terus berusaha untuk mempertahankan serta meningkatkannya.
  4. Orang yang memiliki akhlak yang baik secara alami, tetapi tidak berusaha untuk mengembangkannya lebih lanjut.

Tidak diragukan lagi bahwa kategori nomor 3 adalah yang terbaik karena menggabungkan antara sifat alami dan usaha dalam memiliki akhlak yang baik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *