Kini kita berada di zaman di mana kebebasan berekspresi begitu terbuka. Keberadaan berbagai platform media sosial di internet memungkinkan kita untuk mengekspresikan gagasan dan keinginan kita dengan mudah
Berinteraksi dengan orang lain tidak harus bertatap muka, melainkan cukup melalui dunia maya yang terhampar di layer gadget atau laptop kita. Berbeda dengan berinteraksi di dunia nyata secara face to face, saling bertatap muka, di dunia maya seringnya seseorang berinteraksi dengan orang lain tanpa melibatkan emosi dan perasaan. Tutur kata biasanya mengalir tanpa kendali, Istilah jawa, loss dol, tanpa melalui filter pertimbangan dan pemikiran tentang layak tidaknya kata-kata dilontarkan kepada lawan chatingnya.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata yang baik atau diam” (Muttafaq Alaihi)
Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan syarat sempurnanya iman dengan kemampuan kita mengartikulasikan setiap tutur kata dengan baik. Kalau tidak bisa bertutur kata yang baik maka diam itu lebih baik.
Mungkin Sebagian orang akan berkata, ‘lho saya kan Cuma menulis, tidak berkata’. Begini lho Sob, berdasarkan hukum negara dan hukum agama, bahasa tulisan itu dihukumi sama dengan bahasa perkataan.
Itulah perlunya negara sampai mengeluarkan UU ITE untuk membatasi dan mengatur seseorang agar tidak asal ‘pencet’ tombol keyboard untuk menyebar perkataan hoax, fitnah dan pencemaran baik kepada orang lain.
Rasulullah juga pernah menjelaskan dalam hadits yang bersumber dari Abu Hurairah , bahwa,
“Sungguh seorang hamba berbicara dengan satu perkataan yang mengundang keridaan Allah -Ta’ālā- namun dia tidak menganggapnya penting; tetapi dengan perkataan itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengan satu perkataan yang mengundang kemurkaan Allah -Ta’ālā-, namun dia tidak menganggapnya penting; tetapi dengan perkataan itu dia terjungkal ke dalam neraka jahanam.”
So Guys, sebenarnya bersosial atau bermuamalah baik secara nyata maupun maya itu kaidahnya sama. Sama-sama harus menjunjung tinggi adab dan etika, terutama etika dalam bertutur kata. Apalagi kunci keselamatan seseorang di dunia dan di akhirat adalah terlatak pada kemampuannya mengendalikan Bahasa lisan dan tulisannya untuk selalu baik dan tidak menyakiti orang lain.
Sahabat ‘uqbah bin Amir pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasul, apa kunci keselamatan itu, beliau menjawab, “jaga olehmu lisanmu” (HR. Tirmirzi)